Prosedur permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final terkait PP No. 46 tahun 2013
Oleh:
Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR
Setelah diberlakukannya PP Nomor 46 tahun 2013
pada tanggal 1 Juli 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, maka bagi WPOP atau WP Badan yang
memiliki omset dibawah Rp 4,8 M per
tahun dikenakan tarif 1% (final) dari peredaran bruto setiap bulan. Pemanfaatan
dari PP No. 46/2013 ini tidak secara otomatis, tetapi harus melalui pengajuan permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final seperti PPh Pasal 21, 22 dan 23 kepada
Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Pengajuan tersebut dimaksudkan agar WPOP atau WP Badan yang memiliki omset
dibawah Rp4,8 Milyar per tahun tidak dilakukan pemotongan dengan tarif umum,. Dalam
hal pemotongan dan/atau Pemungutan PPh yang tidak bersifat final telah
terlanjur dilakukan, maka PPh yang telah dipotong/dipungut tersebut tidak dapat
dikreditkan.
Ketentuan
mengenai prosedur pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan
dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final tertuang dalam PER-32/PJ/2013 yang ditetapkan pada tanggal 25
September 2013. WP akan dibebaskan dari pemotongan dan/ atau pemungutan saat
melakukan kegiatan yang termasuk dalam Objek Pemotongan PPh 21,22 dan 23 dengan
catatan harus melampirkan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang diterbitkan oleh
pihak KPP tempat WP terdaftar kepada lawan transaksinya.
Tata Cara Pengajuan Permohonan SKB
Berikut
ini adalah tata cara untuk mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan
dan/ atau Pemungutan PPh kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yaitu :
1. WP harus mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Kepala KPP tempat WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan dengan
syarat :
- Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk WP yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya SKB.
- Menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani WP atau kuasa WP yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai PPh bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya SKB, untuk WP yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya SKB.
- Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
- Ditandatangani oleh WP, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Permohonan
diajukan untuk setiap pemotongan dan/tau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23.
2. Semua berkas-berkas persyaratan
tersebut diberikan ke bagian Pelayanan dan WP akan mendapat Bukti Penerimaan
Surat (BPS).
3. Apabila persyaratan tersebut sudah
lengkap dalam waktu 5 hari kerja Kepala KPP belum memberikan keputusan, maka
permohonan WP dianggap diterima. Namun jika masih ada berkas yang belum
lengkap, maka Kepala KPP akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada WP untuk
segera melengkapi kekurangan berkas tersebut.
4. Jika permohonan WP sudah diterima,
Kepala KPP wajib menerbitkan SKB dalam jangka waktu 2 hari kerja. SKB tersebut
berlaku sampai dengan berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
Tata Cara Permohonan Legalisasi SKB
Setelah
WP mendapatkan SKB dari pihak KPP, agar WP dibebaskan dari pemotongan/
pemungutan PPh dari lawan transaksinya, maka WP wajib melampirkan SKB yang
telah dilegalisasi oleh pihak KPP.
Beirkut
tata cara mengajukan permohonan legalisasi SKB, yaitu :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar