Selasa, 21 November 2017

Prosedur permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final terkait PP No. 46 tahun 2013


Prosedur permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final terkait PP No. 46 tahun 2013

Oleh:
Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR




Setelah diberlakukannya PP Nomor 46 tahun 2013 pada tanggal 1 Juli 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, maka bagi WPOP atau WP Badan yang memiliki omset  dibawah Rp 4,8 M per tahun dikenakan tarif 1% (final) dari peredaran bruto setiap bulan. Pemanfaatan dari PP No. 46/2013 ini tidak secara otomatis, tetapi harus melalui pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final seperti PPh Pasal 21, 22 dan 23 kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pengajuan tersebut dimaksudkan agar WPOP atau WP Badan yang memiliki omset dibawah Rp4,8 Milyar per tahun tidak dilakukan pemotongan dengan tarif umum,. Dalam hal pemotongan dan/atau Pemungutan PPh yang tidak bersifat final telah terlanjur dilakukan, maka PPh yang telah dipotong/dipungut tersebut tidak dapat dikreditkan.
Ketentuan mengenai prosedur pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final tertuang dalam PER-32/PJ/2013 yang ditetapkan pada tanggal 25 September 2013. WP akan dibebaskan dari pemotongan dan/ atau pemungutan saat melakukan kegiatan yang termasuk dalam Objek Pemotongan PPh 21,22 dan 23 dengan catatan harus melampirkan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang diterbitkan oleh pihak KPP tempat WP terdaftar kepada lawan transaksinya.

Tata Cara Pengajuan Permohonan SKB
Berikut ini adalah tata cara untuk mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan dan/ atau Pemungutan PPh kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yaitu :

1.  WP harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP menyampaikan kewajiban SPT Tahunan dengan syarat :
  1. Telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk WP yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukannya SKB.
  2. Menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani WP atau kuasa WP yang menyatakan bahwa peredaran bruto usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai PPh bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya SKB, untuk WP yang terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat diajukannya SKB.
  3. Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya.
  4. Ditandatangani oleh WP, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.

Permohonan diajukan untuk setiap pemotongan dan/tau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23.

2.  Semua berkas-berkas persyaratan tersebut diberikan ke bagian Pelayanan dan WP akan mendapat Bukti Penerimaan Surat (BPS).

3.   Apabila persyaratan tersebut sudah lengkap dalam waktu 5 hari kerja Kepala KPP belum memberikan keputusan, maka permohonan WP dianggap diterima. Namun jika masih ada berkas yang belum lengkap, maka Kepala KPP akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada WP untuk segera melengkapi kekurangan berkas tersebut.

4.  Jika permohonan WP sudah diterima, Kepala KPP wajib menerbitkan SKB dalam jangka waktu 2 hari kerja. SKB tersebut berlaku sampai dengan berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
 
Tata Cara Permohonan Legalisasi SKB
Setelah WP mendapatkan SKB dari pihak KPP, agar WP dibebaskan dari pemotongan/ pemungutan PPh dari lawan transaksinya, maka WP wajib melampirkan SKB yang telah dilegalisasi oleh pihak KPP.
Beirkut tata cara mengajukan permohonan legalisasi SKB, yaitu :











Tidak ada komentar:

Posting Komentar