Edisi No. 12, September 2016
Oleh:
Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR
Dalam menghitung pajak penghasilan terdapat komponen biaya yang menjadi
pengurang dari penghasilan bruto. Salah satu dari biaya yang menjadi pengurang
penghasilan bruto tersebut adalah zakat
yang dibayarkan oleh wajib pajak pribadi yang beragama Islam dan/atau Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama lslam. Ketentuan mengenai pembayaran zakat yang
boleh menjadi beban / dibebankan dalam pajak penghasilan terdapat pada
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 serta
peraturan perundang-undangan lainnya yang memberikan penjelasan lebih lanjut
mengenai Perlakuan Zakat dalam
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak.
Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
disebutkan bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan harta yang
dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta Zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Ketentuan mengenai Zakat atau sumbangan
keagamaan dalam UU Pajak Penghasilan tersebut kemudian diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2010 tanggal 23 Agustus 2010, dan
peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak No. SE – 80 /PJ/2010 tanggal 23 Juli 2010.
Dengan mengacu pada
pada peraturan perundang-undangan
tersebut di atas, maka zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama lslam dan/atau Wajib Pajak badan
dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama lslam kepada badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dapat
dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. Sebaliknya, apabila zakat tidak
dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah maka zakat tersebut tidak dapat dikurangkan dari
Penghasilan Kena Pajak. Oleh karena itu, untuk memenuhi persyaratan agar zakat
dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak maka wajib pajak tersebut wajib
melampirkan foto kopi bukti pembayaran zakat dari badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagai penerima zakat
pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya
pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.
Badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang diakui pemerintah seperti yang dimaksud dalam uraian di
atas kemudian ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-33/PJ/2011 tanggal 11 November 2011 serta diperbaharui dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tanggal 11 Juni 2012, yaitu
meliputi 1 Badan Amil Zakat Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan 3
Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah (LAZIS).
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini pun ditetapkan pula lembaga lain sebagai Penerima
Sumbangan Keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto dari wajib pajak yang beragama Kristen dan Hindu, yaitu Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI),
dan Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara
Dharma Parisad (BDDN YADP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar